Latar Belakang
Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini
rasionalisme semakin dipikirkan. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari
kapan abad pertengahan berhenti. Namun,
dapat dikatakan bahwa abad pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau
pada akhir masa Renaissance. Masa setelah abad pertengahan adalah masa modern.
Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya abad pertengahan itu. Akan
tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa modern ini, yaitu berkembang pesat
berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan ekonomi.
Ada tiga sumber pokok yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di
Eropa dengan pesat, yaitu hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia
dengan negara Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan
jatuhnya Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453. Ilmuwan pada zaman ini
membuat penemuan dalam bidang ilmiah. Eropa yang merupakan basis perkembangan
ilmu melahirkan ilmuwan yang populer.
Dari sudut pandang sosio-ekonomi menjelaskan bahwa individu berhadapan
dengan tuntutan-tuntutan baru dan praktis yang harus dijawab berdasarkan
kemampuan akal budi yang mereka miliki. Zaman modern sangat dinanti-nantikan
oleh banyak pemikir manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban
begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan di luar dirinya.
Kondisi semacam itulah yang hendak dihidupkan kembali pada zaman modern.
Kebebasan berpikir sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad
pertengahan.
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam
telah mencapai kejayaannya. Banyak
sekali kontribusi bagi pembangunan budaya barat, kebangkitan intelektual dan
kebangunan kultural barat terjadi setelah sarjana-sarjana Eropa mempelajari,
mendalami dan menimba begitu banyak ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan
buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun
mempelajari bahasa Arab untuk dapat menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan
Islam di spanyol telah mencatat satu lembar budaya yang sangat brillian dalam
bentangan sejarah Islam, Sains, ekonomi, dan Teknologi.
Menurut Anne-Marie Edd, dari Universitas de Reims, perang salib dari
sudut pandang Barat telah menghasilkan karya-karya yang begitu kaya dan
melimpah dalam waktu lebih dari satu abad. Sepertinya, studi dan riset tinjauan
sejarah Perang Salib jauh lebih banyak dilakukan oleh kaum Barat. Di sisi lain,
sangat sedikit studi yang mencermati respons kaum Muslim terhadap Perang Salib,
sehingga tidak heran jika Perang Salib lebih banyak dihadirkan secara
Eropasentris.
Sudah lama diyakini bahwa perang salib membawa pencerahan besar kepada
kaum Eropa Barat yang dulu bisa dikatakan sangat tertinggal ketika ilmu
pengetahuan dan kebudayaan maju pesat di negara-negara Timur Tengah, bahkan
meluas hingga ke Barat di Andalusia dan ke Timur di daratan India.
Setelah perang salib, terjadilah revolusi gereja di mana pada waktu itu
para ilmuan Eropa tidak bisa secara bebas menuangkan pemikirannya di dalam buku
karena adanya tekanan yang serius oleh gereja, kebanyakan ilmuan di kekang
pemikiranyan dan tidak banyak pula yang dibunuh, karena gereja khawatir
mengganggu ketenangannya. Setelah sekian lama akhirnya muncul abad pencerahan
atau Renaissance sebuah gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan
intelektual Eropa pada periode modern awal. Mulai di Italia, dan menyebar ke
seluruh Eropa pada abad ke-16, pengaruhnya dirasakan dalam sastra, filsafat,
seni, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, dan aspek lain dari penyelidikan
intelektual. Sarjana Renaissance menggunakan metode humanis dalam penelitian,
dan mencari realisme dan emosi manusia dalam seni.
Dalam bidang filsafat, zaman Reanissanse kurang menghasilkan karya
penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Namun diantara
perkembangan itu, terjadi pula perkembangan dalam bidang filsafat. Filsafat
berkembang bukan pada zaman Renaissance, akan tetapi filsafat berkembang pada
zaman modern. Pada zaman modern, filsafat didahului oleh zaman Renaissance.
Sebenarnya, secara esensial zaman Renaissance dalam filsafat tidak berbeda
dengan zaman modern karena cirri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat
modern.
Kelahiran kembali ilmu di zaman Renaisans
Zaman
Renaisans (bahasa Inggris: Renaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode
kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke
seluruh Eropa. Meskipun
pemakaian kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide gerakan
ini dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan Renaissans tidak terjadi secara
bersamaan maupun dapat dirasakan secara serentak di seluruh Eropa.
Sesudah mengalami masa kebudayaan
tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani, orang-orang
kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan
Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan
baik Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi
seluruh peradaban manusia.
Dalam dunia politik, budaya
Renaissance berkontribusi dalam pengembangan konvensi diplomasi, dan dalam ilmu
pengetahuan dalam meningkatkan ketergantungan atau kebutuhan atas hasil
pengamatan atau observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa transformasi
intelektual ini adalah jembatan antara abad pertengahan dan sejarah modern.
Meskipun Renaissance yang dipenuhi revolusi terjadi dibanyak kegiatan
intelektual, serta pergolakan sosial dan politik, Renaissance mungkin paling
dikenal karena perkembangan artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo,
yang menginspirasi berbagai kalangan dengan istilah "manusia
Renaissance".
1. Awal mula lahirnya Renaissans
Ada konsensus bahwa Renaissans dimulai
di Florence, Italia, pada
abad ke-14. Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan
asal usul dan karakteristiknya, berfokus pada berbagai faktor termasuk kekhasan
sosial dan kemasyarakatan dari Florence pada beberapa waktu; struktur politik;
perlindungan keluarga dominan, wangsa Medici; serta
migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia setelah kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani.
Kata Renaissance, yang terjemahan
literal dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Inggrisnya adalah
"Rebirth" (atau dalam bahasa Indonesia "Kelahiran
kembali"), pertama kali digunakan dan didefinisikan oleh sejarawan Perancis Jules Michelet pada tahun 1855 dalam
karyanya Histoire de France. Kata Renaissance juga telah diperluas
untuk gerakan sejarah dan budaya lainnya seperti Carolingian Renaissance dan
Renaissance dari abad ke-12.
Periode ini menjembatani abad
pertengahan ke abad modern. Banyak
ilmuan dan filsuf memasukkan zaman ini ke dalam zaman modern. Zaman pencerahan adalah zaman yang
menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan
modern. Pada masa Renaisans muncul
kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanism telah
melahirkan kebebasan individu pada zaman itu.
Manusia sebagai individu menjadi pusat segala-galanya. Karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat
dalam era ini misalnya menonjolkan keagungan manusia. Adapun otoritas gereja mulai memudar dan
mulai tumbuh ketidakpercayaan pada kebenaran mutlak agama (Kristen). Mulai pula berkembang bibit reformasi yang berubah pada abad 16/17 M dengan
pemisahan Protestan dari Katolik.
Pemikiran zaman Renaisans dan pasca
Renaisans yang disebut Pencerahan (sepanjang abad ke 17 dan ke 18) adalah
pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia) bagi zaman
modern. Melalui para pemikir zaman ini
terjadi perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika Abad
Pertengahan kepada fisika, peralihan dari metode berpikir spekulatif ke
eksperimental matematis. Terjadi pula
peralihan dari pemikiran sosial-politik yang didasari atas teologi ke pemikiran
yang antroposentris (humanis).
Renaisans dan Pencerahan adalah pintu
masuk ke zaman modern yang ditandai oleh (1) penduniawian ajaran/pemikiran
(sekulerisme), (2) keyakinan akan kemampuan akal (rasio), (3) berkembangnya
paham utilitarianisme dan (4) optimism dan percaya diri.
2. Tokoh-tokoh zaman Renaisans
Pemikiran zaman renaisans dan
pencerahan berjasa besar dalam memajukan penalaran ilmiah (metode ilmiah) pada
abad ke 16 dan ke 17 dan mengawali apa yang disebut dengan filsafat modern atau
dunia modern. Pemikir-pemikir besar yang
melahirkan zaman Renaisans antara lain Roger Bacon (1214-1294), Machiavelli
(1469-1527), Copernicus (1473-1543), Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes
(1588-1679), Rene Descartes (1596-1650), Jhon Locke (1632-1704), George
Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776) dan lain sebagainya. Pemikir-pemikir ini berjasa dalam mengubah
paradigm berpikir barat dari paradigm teologis ke paradigm ilmiah.
Pada zaman Renaisans telah lahir
keyakinan akan munculnya kebudayaan baru dan kepercayaan bahwa manusia dapat
melakukan apa pun kalau ia mau. Kebudayaan
baru itu didasarkan pada prinsip: kapitalisme dalam ekonomi, klasik dalam seni
dan sastra, metode ilmiah dalam pendekatan atau pemecahan terhadap berbagai
fenomena alam dan kehidupan.
Bersama dengan berkembangnya
Renaisans, maka mulai redup pemikiran (teosentris) abad pertengahan dan
Skolastik. Model berpikir ilmiah yang
mekanis menggusur pandangan teosentris yang melihat hubungan antara alam dengan
Tuhan. Pada abad pertengahan, manusia
dilihat sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki sifat-sifat mistis, emosi dan
kerohanian (yang memiliki misi sebagai pelaksanaan kehendak Tuhan).
Pada abad ke 16 dan ke 17, muncul
dengan apa yang disebut dengan era revolusi ilmiah di Eropa. Semangat ilmiah yang dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan alam (pengaruh Newton) ini merembes ke bidang ilmu lain seperti
Charles Darwin (di bidang biologi) melalui teori evolusinya yang mencoba
merumuskan biologi sebagaimana hukum fisika Newton. Melalui seleksi alam, manusia dilihat oleh
teori Darwin sebagai hasil seleksi alam, dan evolusi berjalan tanpa adanya
campur tangan pencipta (Tuhan). Newton dan Darwin dianggap sebagai dua
pemikir yang sukses dalam mengembangkan tatanan dunia yang mekanis
(sekularisme) yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern.
Berbagai pemikiran yang berkembang
pada zaman Renaisans dan Pencerahan pada akhirnya terpadu pada cara berpikir
dan menyelesaikan masalah dengan menekankan pada pengamatan, pola argumen yang
rasional (rasionalitas) dan metode presentasi dan kalkulasi (empiris-eksperimental
dan kuantitaif). Perkembangan paradigma
berpikir ilmiah ini melahirkan tiga gerakan baru yang memacu perkembangan
dinamis masyarakat modern, yaitu (1) berkembangnya kapitalisme, (2) penemuan
subjektivitas manusia modern, dan (3) rasionalisme.
B. Revolusi dalam filsafat ilmu
Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat
dewasa ini berasal dari zaman Yunani Kuno. Filsafat ilmu sampai
tahun 1990-an telah berkembang begitu pesat sehingga menjadi satu bidang
pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Filsafat ilmu lazim dikenal sebagai sebuah kajian atau
disiplin ilmu tentang ilmu pengetahuan yang diklaim sebagai ilmu Eropa. Ilmu adalah
ciptaan bangsa Eropa. Meskipun peradaban-peradaban lain
memberikan berbagai kontrbusi yang penting kepadanya, dan walaupun di masa kini
semua bangsa berpartisipasi dalam penelitian, ilmu alam secara khas adalah ciptaan Eropa dan
koloni-koloni kulturalnya.
Ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui
keadaan-keadaan ketika para ilmuwan
menggarap bahan-bahan yang diwarisi selama dua fase
berturut-tururt, fase renaisans dan fase revolusi dalam Filsafat Alam.
Hal itu mencakup prinsip-prinsip dasar pengenalan dunia
alamiah (natural world) melalui
argumen-argumen demostratif, prinsip yang pertama kali dicapai oleh peradaban
Yunani kemudian diadopsi oleh perdaban Islam.
Pada abad ke-17 M terjadi
perumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek, metode-metode dan
fungsi-fungsi pengetahuan alamiah (the natural sciences).
Objek baru adalah fenomena yang teratur di dunia tanpa sifat-sifat manusiwi dan
spiritual. Metode-metode barunya merupakan penelitian yang kooperatif.
Sedangkan fungsi-fungsi barunya adalah gabungan dan pengetahuan ilmiah serta
kekuasaan industrial. Target sasaran revalousi ini ialah pendidikan tradisional
yang lebih tinggi yang lazim dikenal Skolastik.
Para
“nabi” dan tokoh-tokoh revolusioner abad ini adalah Francis Bacon (di
Inggris) dan Galileo Galilie (di Italia). Mereka memiliki tekad yang sama
terhadap dunia alamiah dan studinya. Mereka melihat alam sebagai sesuatu
yang tidak mempunyai sifat-sifat manusiawi dan spiritual. Tidaklah
mungkin adanya dialog dengan alam.
Tujuan-tujuan
penelitian yang masih mempertahankan pengaruh magis dalam idealisasi filosof
tradisional digantikan dengan dominasi alam demi keuntungan manusia.
Pengetahuan diharapkan akan lebih bermanfaat ketika dihadapkan kepada
perbaikan-perbaikan kecil industri dan ilmu kedokteran,
serta tidak bersifat merusak.
1. Implikasi filsafat
terhadap kehidupan masyarakat Eropa
Revolusi dalam filsafat mengubah bentuk ilmu Eropa
menjadi sesuatu yang unik. Di masa sekarang filsafat kemudian disuntikkan ke
dalam perkembangan ilmu yang
sedang tumbuh subur. Mulanya memang perlahan-lahan, tetapi kemudian
aktivitas sintesis mampu menciptakan satu jenis ilmu baru yang ditandai dengan gaya baru
aktivitas sosial dalam bidang penelitian dengan jiwa menciptakan etos kerja
yang mementingkan kebaikan umum.
Keberhasilan filsafat baru itu terbukti nyata menjalang akhir abad ke-17
M. Namun demikian, lagi-lagi yang mesti dicatat, ilmu Eropa tetap berhutang budi pada
keberhasilan-keberhasilan masa lampau dan karakter khususnya yang mempunyai
andil pada metafisika dan metode-metodenya..
Revolusi ilmu pengetahuan muncul di Eropa
sekitar Abad 17 ketika sedang dilanda krisis kehidupan yang cukup berat. Kehidupan ekonomi yang tidak menguntungkan
sebagian rakyat jelata dan kehidupan kenegaraan feodalisme yang sangat
matrealistis kapitalis menyebabkan gejolak pada bangsa Eropa. Beberapa revolusi
terjadi antara lain, revolusi industri, revolusi pertanian, revolusi perancis,
dan revolusi ilmu pengetahuan.
Revolusi ilmu pengetahuan merupakan suatu
revolusi yang menandakan bangkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai
cara berpikir keilmiahan. Revolusi ilmu pengetahuan adalah sebuah revolusi
mengenai perubahan cara berpikir serta persepsi manusia dalam mendapatkan
pengetahuan bagi dirinya. Perubahan persepsi manusia tersebut adalah perubahan
dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis. Cara
berpikir ontologis adalah warisan yang ditinggalkan bangsa Eropa ketika Abad
Pertengahan diberlakukan hukum agama bagi segala-galanya, termasuk kegiatan
ilmu pengetahuan. Saat Abad Renaissance
manusia tidak lagi menjadi citra tuhan, tetapi manusia juga memiliki rasio atau
keadaran manusia serta kreativitas keinginan untuk maju, memperbaiki kebudayaan
manusia. Pengetahuan dilandaskan
rasionalitas dan empiristis yang berkembang pesat dengan pendekatan matematis
yang diterapkan dalam kajiannya.
Dunia
manusia dan pengetahuannya adalah dunia antroposentris, dunia yang terpusat
pada "kekuataan" akal budi manusia. Pada masa Renaissan dibangun
kejayaan bangsa Eropa, yaitu mulai dipelajarinya pengetahuan yang berlandaskan
rasionalitas dan empiristis. Berbagai peninggalan bangunan, yang megah seperti
karya seni (seni lukis, pahat dan arsitektur) yang berada di daratan Eropa
menandai bangkitnya bangsa Eropa untuk menguasai dunia seni maupun ilmu
pengetahuan. Tokoh-tokoh pembaharu Humanis Renaissance, seperti Leonardo da
Vinci, Michelangelo. N. Copernicus, J. Keppler dan Galileo Galilei sangatlah
termashur dengan karya-karya seni dan penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Fenomena alam, sosial budaya dipelajari, diamati secara cermat untuk kemudian
dimanfaatkannya.
Dari
upaya yang cukup lama dan tak kenal lelah, maka berkembanglah ilmu-ilmu
pengetahuan kealaman seperti fisika, ilmu kimia, kedokteran dan itu berkembang
hingga ke Abad Aufklaerung (Abad Pencerahan), abad 18. Perintis ilmu fisika
adalah Sir Isaac Newton yang mendasarkan fisika klasik dengan bukunya "Philosophiae NaturalisPrincipia Mathematica"
- “Ilmu Pengetahuan Alam berdasarkan prinsip-prinsip matematis”. Sejak itulah
ilmu pengetahuan berkembang pesat dengan pendekatan matematis yang diterapkan
dalam kajiannya.
Cara berpikir matematis mekanistis dalam
revolusi ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Newton menjadi semacam gaya para
intelektual untuk membuat analisis dalam penelitiannya. Pendekatan yang
bersifat kausalitas yang didukung dengan percobaan atau eksperimen melalui
usaha uji coba model tiruan dari objek yang sesungguhnya membuat para peneliti
dapat mengembangkan penelitiannya dengan lebih sempurna.
Akibat dari perjalanan proses revolusi ilmu pengetahuan,
memunculkan adanya nilai-nilai dasar yang tampil dalam perubahan cara berpikir
manusia. Nilai-nilai dasar itu adalah nilai alam, budaya dan ekonomi.
Akibat
dari "perjalanan" dan proses revolusi ilmu pengetahuan, memunculkan
adanya nilai-nilai dasar yang tampil pada perubahan cara berpikir manusianya.
Nilai-nilai dasar itu, pertama
nilai alam. Alam semesta memiliki tata susunan yang berada pada
hukum alam dan kosmos adalah sesuatu yang dianggap memiliki struktur
tertentu.
Kedua, nilai budaya. Kemajuan manusia ditandai dengan penguasaan terhadap
ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk memajukan kebudayaan manusia.
Dengan kemajuan manusia terutama dalam cara berpikir yang antroposentris,
manusia mampu mengubah kebudayaannya dan teknologinya menjadi sesuatu yang
sangat berarti dan bermakna bagi kehidupan manusia melalui proses
belajar. Ketiga, nilai ekonomi. Nilai
ini tercipta karena para pelaku revolusi ilmu pengetahuan memiliki semangat
kerja yang tinggi. Para ilmuwan mulai menciptakan teknologi yang tepat guna
bagi kebutuhan masyarakat, sehingga diciptakan mesin untuk mengisi kebutuhan
kehidupan manusia dalam berbagai sektor industri. Pada awalnya industri
mula-mula berasal dari kerja rumahan (industri rumahan) hingga ke industri
pabrikasi. Hasil atau barang yang diciptakan berkat adanya mesin-mesin
(industri pabrikasi) tersebut dan mampu menembus pasaran dengan daya jual yang
tinggi. Dengan demikian tercipta adanya nilai ekonomis yang menuntut
kemandirian, tanggung jawab serta kerjasama diantara para pelaku tersebut agar
nilai ekonomis dapat dimanfaatkan tidak hanya bagi sekelompok orang saja tapi
seluruh masyarakat.
Revolusi sains sebagai episode perkembangan
nonkomulatif yang didalamnya paradigma yang lama di gantikan seluruhnya atau
sebagian oleh paradigma baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma
sebelumnya.
2.
Revolusi Politik
Revolusi politik di bawa oleh kesadaran yang
semakin tumbuh, yang sering terbatas pada suatu segmen dari masyarakat politik,
bahwa lembaga-lembaga yang tidak lagi memadai untuk menghadapi masalah-masalah
yang dikemukakan oleh lingkungan yang sebagian diciptakan oleh lembaga-lembaga
itu. Revolusi sains dibawa oleh
kesadaran yang semakin tumbuh yang sering terbatas pada sub devisi yang sempit
dari masyarakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi
secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam.
Perkembangan politik maupun sains, kesadaran akan adanya fungsi yang dapat
menyebabkan krisis merupakan prasyarat bagi revolusi.
Revolusi politik bertujuan mengubah
lembaga-lembaga politik itu sendiri. Oleh
sebab itu, keberhasilannya memerlukan pelepasan sebagian dari perangkat
lembaga untuk di ganti oleh yang lain, dan masyarakat tidak sepenuhnya di
perintah oleh lembaga tersebut. Mula-mula hanya krisis yang mengurangi lembaga
politik, seperti menurunnya peran paradigma. Hal ini bertujuan
berdemonstrasikan bahwa studi historis tentang perubahan paradigm menyingkap
karakteristik yang mirip dalam evolusi sains. Seperti pemulihan diantara
lembaga-lembaga politik yang berkompetisi, pemilihan di antara pemerintah
paradigma yang bersaingan ternyata merupakan pemilihan di antara modus-modus
kehidupan masyarakat yang bertentangan. Karena
yang memiliki karakter itu, pemilihannya tidak dapat ditentukan dengan prosedur
evaluatif yang menjadi karakteristik yang normal, sebab tergantung pada
paradigma tertentu dan paradigma itu sedang dipermasalahkan sebagaimana
mestinya. Masuk pada debat paradigma, maka perannya perlu sekuler untuk
membela paradigma itu,sekuleritas yang dilibatkan itu menyebabkan
argumen-argumen salah bahkan tidak berpengaruh.
Revolusi ilmu pengetahuan merupakan suatu
revolusi yang menandakan bengkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa
mengenai cara berpikir keilmiahan. Revolusi
ilmu pengetahuan adalah sebuah revolusi mengenai perubahan cara berpikir
serta persepsi manusia dalam mendapatkan pengetahuan bagi dirinya. Perubahan persepsi manusia tersebut adalah
perubahan dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis.
Pada abad pertengahan diberlakukan hukum agama bagi segala-galanya,
termasuk kegiatan ilmu pengetahuan.
Saat abad Renaissance manusia tidak lagi menjadi citra tuhan, tetapi manusia
juga memiliki rasio atau kesadaran manusia serta kreativitas keinginan untuk
maju, memperbaiki kebudayaan manusia. Pengetahuan
dilandaskan rasionalitas dan empiristis yang berkembang pesat dengan pendekatan
matematis yang diterapkan dalam kajiannya.
C. Hakikat ilmu Eropa
Karakter
khusus ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika para ilmuwan
menggarap bahan-bahan yang diwarisi selama dua fase berturut-turut. Hal
itu mencakup prinsip dasar pengenal dunia alamiah melalui argumen demo prinsip
yang pertama kali dicapai dalam kebudayaan Yunani, kemudian dipungut oleh
peradaban Islam namun bukan yang lain. Meskipun pada permulaan Renaiesans,
ilmu Eropa dan teknologi berasal dari tradisi-tradisi yang lebih tua dan
umumnya kedudukannya lebih rendah ciri-ciri khas tertentu masyarakat Eropa pada
zaman itu memungkinkannya membuat kemajuan pesat luar biasa. Kendatipun
masyarakat masih sebagian besar agraris, tidak demokratis, dan
terstratifikasi oleh posisi sosial yang diwariskan namun ada beberapa wilayah
di mana gaya kehidupan sosial lebih luwes dan individualistis daripada di
tempat lain di manapun. Ada kebebasan membuat penemuan dan
mengeksploitasi penemuan seseorang demi tujuan pribadi tanpa dihalangi oleh
penindasan negara. Dalam peradaban-peradaban lain (di Timur Jauh atau di
Eropa Abad Tengah), inovasi teknis diawasi dan ditindas jika mengancam
stabilitas politik atau sosial.
Dalam
masyarakat Eropa yang relatif berubah-ubah, setiap individu terdorong
untuk melakukan inovasi sebab dengannya mereka dapat memajukan diri sendiri.
Selain itu sekat-sekat antara bidang aktivitas yang berbeda-beda, dan
penyesuaiannya dengan kelas-kelas yang ada, tidak terlalu ketat sehingga
membolehkan orang terpelajar berkecimpung dalam penemuan dan memanfaatkan
pengetahuan dan keahlian baca tulisnya. Penemuan dapat terjadi di bidang peralatan
atau pengetahuan; orang dapat bergerak dengan bebas dari obyek yang satu
kepada yang lain dan kembali lagi. Konteks pemantapan aktivitas tersebut
adalah ekspansi komersial dan politis negara-negara yang agresif dan yang bersaing
satu sama lain, dan negara-negara Eropa melawan dunia.
Masyarakat
ini telah disebut kapitalisme awal, dan meskipun struktur-struktur
politisnya cenderung ke pada prinsip negara absolut, namun masih liberal
bila dibanding dengan masyarakat masyarakat totalitarian di zaman kuno dan
zaman yang lebih belakangan dan zaman-zaman yang belum lama berselang. Dan
hal itu merupakan fokus perkembangan komersial dan manufaktur di masa itu. Di Italia atau Jerman, pada saat
itu seni-seni teknis mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Meskipun
menjelang berakhirnya abad ke-16 ilmu Eropa mengungguli sumber-sumber dan
saingan-saingannya, namun hasil masih belum berbeda secara kualitatif
dari mereka. Sampai kemudian datanglah revolusi dalam filsafat yang
mengubah bentuk ilmu Eropa menjadi sesuatu yang unik. Sebenarnya hal itu sudah ada pada
periode-periode sebelumnya ketika filsafat atomistik materi dibela, namun
masih berupa spekulasi filosofis. Di masa kini filsafat itu disuntikkan
ke dalam perkembangan ilmu yang sedang tumbuh subur. Awalnya perlahan,
namun dengan sedikit mempercepat langkah, sintesis telah mampu
menciptakan suatu jenis ilmu baru.
Penemuan
paling penting ialah gaya baru aktivitas sosial penelitian, di mana
kerahasiaan dan kekejaman persaingan yang menjadi ciri para penemu pribadi
dikendalikan dan ditertibkan oleh tekad untuk bekerja secara bersama-sama demi
kebaikan umum. Akar keadaan ini tertanam pada saat hilangnya kepercayaan
pada kekuatan-kekuatan magis, sehingga tak seorang pun berharap dapat
menyingkap rahasia-rahasia alam semesta dengan usaha sendiri. Selain itu,
idealisme para nabi filsafat baru juga menyerukan etika kerja sama penelitian
yang baru, dan meskipun inspirasi ini lambat laun menyusut, pengaruh-pengaruhnya
dipertahankan oleh penyesuaian kode kehormatan para sarjana. Keberhasilan filsafat baru terbukti nyata
menjelang berakhirnya abad ke-17, dan kendatipun langkah kemajuan
mengendur selama abad sesudahnya, namun prestasi-prestasi zaman sebelumnya
di bidang pengetahuan dan metode tak pernah hilang lagi. Begitu juga
dengan filsafat mengenai benda mati. Ternyata, dalam jangka panjang
menjadi strategi yang berdayaguna bagi kemajuan ilmiah, meskipun banyak
mengalami kesulitan akibat titik tolak yang keliru.
Gabungan
kimiawi dan ilmu sosial pada akhirnva dapat membuat kemajuan-kemajuan pada abad
ke-19 dengan hanya berdasarkan konsepsi reduksionis atas dunia alamiah. Ringkasnya,
karena itu, ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan
masa lampau dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan
metode-metodenya, ciri-ciri dasar masyarakat Eropa: individualisme
agresif yang di tempa oleh suatu prinsip bekerja sama untuk kemaslahatan umum.
Penemuan ilmu di Eropa, dipenuhi oleh berbagai macam pertentangan, baik
yang bersifat teologi atau sosial. Namun
bagaimanapun pada akhirnya, Eropa menjadi pusat ilmu pengetahuan. Prosesnya dapat ditelusuri. Masa filsafat modern ditandai dengan tercurahnya
perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun
social, namun filsafat dianggap harus dipisahkan dari teologi. Meskipun dapat diyakini
bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan
lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu
sepenuhnya bergantung pada penalaran.
Argumentasi dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan gereja.
Salah satu semboyannya paling terkenal “cogito ergo sum” (saya berpikir maka
saya ada) dianggap mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai
indikasi eksistensi setiap individu. Dalam
hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama,
karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran. Kemudian muncul aliran
Empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari
pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga
menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.
Di tengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul
gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke
Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa
pencerahan sekitar abad 18 M. Pada masa Aufklarung ini muncul keinginan
manusia modern menyingkap misteri dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan
berpikir. Para tokoh filsuf tampak sangat
mengagungkan kekuatan akal. Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan
rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja. Sebagai salah satu konsekuensinya adalah
supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkembangnya
filsafat dan sains. Periode filsafat
modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja,
kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan diporak-porandakan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap
zaman skolastik yang didominasi gereja.