Jumat, 26 Oktober 2018

Penemuan Ilmu di Eropa




Latar Belakang
Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin dipikirkan. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan abad pertengahan berhenti.  Namun, dapat dikatakan bahwa abad pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaissance. Masa setelah abad pertengahan adalah masa modern. Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya abad pertengahan itu. Akan tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi.
Ada tiga sumber pokok yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453. Ilmuwan pada zaman ini membuat penemuan dalam bidang ilmiah. Eropa yang merupakan basis perkembangan ilmu melahirkan ilmuwan yang populer.
Dari sudut pandang sosio-ekonomi menjelaskan bahwa individu berhadapan dengan tuntutan-tuntutan baru dan praktis yang harus dijawab berdasarkan kemampuan akal budi yang mereka miliki. Zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh banyak pemikir manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan di luar dirinya. Kondisi semacam itulah yang hendak dihidupkan kembali pada zaman modern. Kebebasan berpikir sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan.
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya.  Banyak sekali kontribusi bagi pembangunan budaya barat, kebangkitan intelektual dan kebangunan kultural barat terjadi setelah sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami dan menimba begitu banyak ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk dapat menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan Islam di spanyol telah mencatat satu lembar budaya yang sangat brillian dalam bentangan sejarah Islam, Sains, ekonomi, dan Teknologi.
Menurut Anne-Marie Edd, dari Universitas de Reims, perang salib dari sudut pandang Barat telah menghasilkan karya-karya yang begitu kaya dan melimpah dalam waktu lebih dari satu abad. Sepertinya, studi dan riset tinjauan sejarah Perang Salib jauh lebih banyak dilakukan oleh kaum Barat. Di sisi lain, sangat sedikit studi yang mencermati respons kaum Muslim terhadap Perang Salib, sehingga tidak heran jika Perang Salib lebih banyak dihadirkan secara Eropasentris.
Sudah lama diyakini bahwa perang salib membawa pencerahan besar kepada kaum Eropa Barat yang dulu bisa dikatakan sangat tertinggal ketika ilmu pengetahuan dan kebudayaan maju pesat di negara-negara Timur Tengah, bahkan meluas hingga ke Barat di Andalusia dan ke Timur di daratan India.
Setelah perang salib, terjadilah revolusi gereja di mana pada waktu itu para ilmuan Eropa tidak bisa secara bebas menuangkan pemikirannya di dalam buku karena adanya tekanan yang serius oleh gereja, kebanyakan ilmuan di kekang pemikiranyan dan tidak banyak pula yang dibunuh, karena gereja khawatir mengganggu ketenangannya. Setelah sekian lama akhirnya muncul abad pencerahan atau Renaissance sebuah gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan intelektual Eropa pada periode modern awal. Mulai di Italia, dan menyebar ke seluruh Eropa pada abad ke-16, pengaruhnya dirasakan dalam sastra, filsafat, seni, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, dan aspek lain dari penyelidikan intelektual. Sarjana Renaissance menggunakan metode humanis dalam penelitian, dan mencari realisme dan emosi manusia dalam seni.
Dalam bidang filsafat, zaman Reanissanse kurang menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Namun diantara perkembangan itu, terjadi pula perkembangan dalam bidang filsafat. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance, akan tetapi filsafat berkembang pada zaman modern. Pada zaman modern, filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya, secara esensial zaman Renaissance dalam filsafat tidak berbeda dengan zaman modern karena cirri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern.


Kelahiran kembali ilmu di zaman Renaisans
Zaman Renaisans (bahasa InggrisRenaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Meskipun pemakaian kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide gerakan ini dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan Renaissans tidak terjadi secara bersamaan maupun dapat dirasakan secara serentak di seluruh Eropa.
Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia.
Dalam dunia politik, budaya Renaissance berkontribusi dalam pengembangan konvensi diplomasi, dan dalam ilmu pengetahuan dalam meningkatkan ketergantungan atau kebutuhan atas hasil pengamatan atau observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa transformasi intelektual ini adalah jembatan antara abad pertengahan dan sejarah modern. Meskipun Renaissance yang dipenuhi revolusi terjadi dibanyak kegiatan intelektual, serta pergolakan sosial dan politik, Renaissance mungkin paling dikenal karena perkembangan artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang menginspirasi berbagai kalangan dengan istilah "manusia Renaissance".

1.  Awal mula lahirnya Renaissans
Ada konsensus bahwa Renaissans dimulai di FlorenceItalia, pada abad ke-14.  Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan asal usul dan karakteristiknya, berfokus pada berbagai faktor termasuk kekhasan sosial dan kemasyarakatan dari Florence pada beberapa waktu; struktur politik; perlindungan keluarga dominan, wangsa Medici;  serta migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia setelah kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani.
Kata Renaissance, yang terjemahan literal dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Inggrisnya adalah "Rebirth" (atau dalam bahasa Indonesia "Kelahiran kembali"), pertama kali digunakan dan didefinisikan oleh sejarawan Perancis Jules Michelet pada tahun 1855 dalam karyanya Histoire de France. Kata Renaissance juga telah diperluas untuk gerakan sejarah dan budaya lainnya seperti Carolingian Renaissance dan Renaissance dari abad ke-12.
Periode ini menjembatani abad pertengahan ke abad modern.  Banyak ilmuan dan filsuf memasukkan zaman ini ke dalam zaman modern.  Zaman pencerahan adalah zaman yang menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan modern.  Pada masa Renaisans muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir seperti pada masa Yunani.  Kombinasi filsafat Yunani dan humanism telah melahirkan kebebasan individu pada zaman itu.  Manusia sebagai individu menjadi pusat segala-galanya.  Karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat dalam era ini misalnya menonjolkan keagungan manusia.  Adapun otoritas gereja mulai memudar dan mulai tumbuh ketidakpercayaan pada kebenaran mutlak agama (Kristen).  Mulai pula berkembang bibit reformasi  yang berubah pada abad 16/17 M dengan pemisahan Protestan dari Katolik. 
Pemikiran zaman Renaisans dan pasca Renaisans yang disebut Pencerahan (sepanjang abad ke 17 dan ke 18) adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia) bagi zaman modern.  Melalui para pemikir zaman ini terjadi perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika Abad Pertengahan kepada fisika, peralihan dari metode berpikir spekulatif ke eksperimental matematis.  Terjadi pula peralihan dari pemikiran sosial-politik yang didasari atas teologi ke pemikiran yang antroposentris (humanis). 
Renaisans dan Pencerahan adalah pintu masuk ke zaman modern yang ditandai oleh (1) penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme), (2) keyakinan akan kemampuan akal (rasio), (3) berkembangnya paham utilitarianisme dan (4) optimism dan percaya diri. 

2.  Tokoh-tokoh zaman Renaisans
Pemikiran zaman renaisans dan pencerahan berjasa besar dalam memajukan penalaran ilmiah (metode ilmiah) pada abad ke 16 dan ke 17 dan mengawali apa yang disebut dengan filsafat modern atau dunia modern.  Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman Renaisans antara lain Roger Bacon (1214-1294), Machiavelli (1469-1527), Copernicus (1473-1543), Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), Rene Descartes (1596-1650), Jhon Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776) dan lain sebagainya.  Pemikir-pemikir ini berjasa dalam mengubah paradigm berpikir barat dari paradigm teologis ke paradigm ilmiah. 
Pada zaman Renaisans telah lahir keyakinan akan munculnya kebudayaan baru dan kepercayaan bahwa manusia dapat melakukan apa pun kalau ia mau.  Kebudayaan baru itu didasarkan pada prinsip: kapitalisme dalam ekonomi, klasik dalam seni dan sastra, metode ilmiah dalam pendekatan atau pemecahan terhadap berbagai fenomena alam dan kehidupan. 
Bersama dengan berkembangnya Renaisans, maka mulai redup pemikiran (teosentris) abad pertengahan dan Skolastik.  Model berpikir ilmiah yang mekanis menggusur pandangan teosentris yang melihat hubungan antara alam dengan Tuhan.  Pada abad pertengahan, manusia dilihat sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki sifat-sifat mistis, emosi dan kerohanian (yang memiliki misi sebagai pelaksanaan kehendak Tuhan).
Pada abad ke 16 dan ke 17, muncul dengan apa yang disebut dengan era revolusi ilmiah di Eropa.  Semangat ilmiah yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam (pengaruh Newton) ini merembes ke bidang ilmu lain seperti Charles Darwin (di bidang biologi) melalui teori evolusinya yang mencoba merumuskan biologi sebagaimana hukum fisika Newton.  Melalui seleksi alam, manusia dilihat oleh teori Darwin sebagai hasil seleksi alam, dan evolusi berjalan tanpa adanya campur tangan  pencipta (Tuhan).  Newton dan Darwin dianggap sebagai dua pemikir yang sukses dalam mengembangkan tatanan dunia yang mekanis (sekularisme) yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern. 
Berbagai pemikiran yang berkembang pada zaman Renaisans dan Pencerahan pada akhirnya terpadu pada cara berpikir dan menyelesaikan masalah dengan menekankan pada pengamatan, pola argumen yang rasional (rasionalitas) dan metode presentasi dan kalkulasi (empiris-eksperimental dan kuantitaif).  Perkembangan paradigma berpikir ilmiah ini melahirkan tiga gerakan baru yang memacu perkembangan dinamis masyarakat modern, yaitu (1) berkembangnya kapitalisme, (2) penemuan subjektivitas manusia modern, dan (3) rasionalisme.     


B.  Revolusi dalam filsafat ilmu
Filsafat dan ilmu yang dikenal di  dunia  Barat dewasa ini berasal dari zaman Yunani Kuno.  Filsafat  ilmu sampai tahun 1990-an telah berkembang begitu pesat sehingga menjadi satu bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam.  Filsafat ilmu lazim dikenal sebagai sebuah kajian atau disiplin ilmu tentang ilmu pengetahuan yang diklaim sebagai ilmu Eropa.   Ilmu adalah ciptaan bangsa Eropa.  Meskipun   peradaban-peradaban lain memberikan berbagai kontrbusi yang penting kepadanya, dan walaupun di masa kini semua bangsa berpartisipasi dalam penelitian,   ilmu alam secara khas adalah ciptaan Eropa dan koloni-koloni kulturalnya.
Ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika para ilmuwan menggarap   bahan-bahan yang diwarisi selama dua fase berturut-tururt,  fase renaisans dan fase revolusi dalam Filsafat Alam.   Hal itu   mencakup  prinsip-prinsip dasar pengenalan dunia alamiah  (natural world) melalui argumen-argumen demostratif, prinsip yang pertama kali dicapai oleh peradaban Yunani kemudian diadopsi oleh perdaban Islam.
Pada abad ke-17 M terjadi  perumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek, metode-metode dan fungsi-fungsi pengetahuan alamiah (the natural sciences). Objek baru adalah fenomena yang teratur di dunia tanpa sifat-sifat manusiwi dan spiritual. Metode-metode barunya  merupakan penelitian yang kooperatif. Sedangkan fungsi-fungsi barunya adalah gabungan dan pengetahuan ilmiah serta kekuasaan industrial. Target sasaran revalousi ini ialah pendidikan tradisional yang lebih tinggi yang lazim dikenal Skolastik.
Para “nabi” dan tokoh-tokoh revolusioner abad ini adalah Francis Bacon (di Inggris)  dan  Galileo Galilie (di Italia).   Mereka memiliki tekad yang sama  terhadap dunia alamiah dan studinya. Mereka melihat  alam sebagai sesuatu yang tidak mempunyai sifat-sifat manusiawi dan spiritual.  Tidaklah mungkin adanya dialog dengan alam. 
Tujuan-tujuan penelitian yang masih mempertahankan pengaruh magis dalam idealisasi filosof tradisional digantikan dengan dominasi alam demi keuntungan manusia.  Pengetahuan diharapkan akan lebih bermanfaat ketika dihadapkan kepada  perbaikan-perbaikan kecil industri dan ilmu kedokteran, serta tidak bersifat merusak.
1.  Implikasi filsafat terhadap kehidupan masyarakat Eropa
Revolusi dalam filsafat mengubah bentuk ilmu Eropa menjadi sesuatu yang unik. Di masa sekarang filsafat kemudian disuntikkan ke dalam perkembangan ilmu yang sedang tumbuh subur. Mulanya memang perlahan-lahan, tetapi kemudian aktivitas  sintesis mampu menciptakan satu jenis ilmu baru yang ditandai dengan gaya baru aktivitas sosial dalam bidang penelitian dengan jiwa menciptakan etos kerja yang mementingkan kebaikan umum.
Keberhasilan filsafat baru itu terbukti nyata menjalang akhir abad ke-17 M. Namun demikian, lagi-lagi yang mesti dicatat, ilmu Eropa tetap berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa lampau dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan metode-metodenya..
Revolusi ilmu pengetahuan muncul di Eropa sekitar Abad 17 ketika sedang dilanda krisis kehidupan yang cukup berat.  Kehidupan ekonomi yang tidak menguntungkan sebagian rakyat jelata dan kehidupan kenegaraan feodalisme yang sangat matrealistis kapitalis menyebabkan gejolak pada bangsa Eropa. Beberapa revolusi terjadi antara lain, revolusi industri, revolusi pertanian, revolusi perancis, dan revolusi ilmu pengetahuan.
Revolusi ilmu pengetahuan merupakan suatu revolusi yang menandakan bangkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai cara berpikir keilmiahan. Revolusi ilmu pengetahuan adalah sebuah revolusi mengenai perubahan cara berpikir serta persepsi manusia dalam mendapatkan pengetahuan bagi dirinya. Perubahan persepsi manusia tersebut adalah perubahan dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis. Cara berpikir ontologis adalah warisan yang ditinggalkan bangsa Eropa ketika Abad Pertengahan diberlakukan hukum agama bagi segala-galanya, termasuk kegiatan ilmu pengetahuan.  Saat Abad Renaissance manusia tidak lagi menjadi citra tuhan, tetapi manusia juga memiliki rasio atau keadaran manusia serta kreativitas keinginan untuk maju, memperbaiki kebudayaan manusia.  Pengetahuan dilandaskan rasionalitas dan empiristis yang berkembang pesat dengan pendekatan matematis yang diterapkan dalam kajiannya.
Dunia manusia dan pengetahuannya adalah dunia antroposentris, dunia yang terpusat pada "kekuataan" akal budi manusia. Pada masa Renaissan dibangun kejayaan bangsa Eropa, yaitu mulai dipelajarinya pengetahuan yang berlandaskan rasionalitas dan empiristis. Berbagai peninggalan bangunan, yang megah seperti karya seni (seni lukis, pahat dan arsitektur) yang berada di daratan Eropa menandai bangkitnya bangsa Eropa untuk menguasai dunia seni maupun ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh pembaharu Humanis Renaissance, seperti Leonardo da Vinci, Michelangelo. N. Copernicus, J. Keppler dan Galileo Galilei sangatlah termashur dengan karya-karya seni dan penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Fenomena alam, sosial budaya dipelajari, diamati secara cermat untuk kemudian dimanfaatkannya.
Dari upaya yang cukup lama dan tak kenal lelah, maka berkembanglah ilmu-ilmu pengetahuan kealaman seperti fisika, ilmu kimia, kedokteran dan itu berkembang hingga ke Abad Aufklaerung (Abad Pencerahan), abad 18. Perintis ilmu fisika adalah Sir Isaac Newton yang mendasarkan fisika klasik dengan bukunya "Philosophiae NaturalisPrincipia Mathematica" - “Ilmu Pengetahuan Alam berdasarkan prinsip-prinsip matematis”. Sejak itulah ilmu pengetahuan berkembang pesat dengan pendekatan matematis yang diterapkan dalam kajiannya.
Cara berpikir matematis mekanistis dalam revolusi ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Newton menjadi semacam gaya para intelektual untuk membuat analisis dalam penelitiannya. Pendekatan yang bersifat kausalitas yang didukung dengan percobaan atau eksperimen melalui usaha uji coba model tiruan dari objek yang sesungguhnya membuat para peneliti dapat mengembangkan penelitiannya dengan lebih sempurna.
Akibat dari perjalanan proses revolusi ilmu pengetahuan, memunculkan adanya nilai-nilai dasar yang tampil dalam perubahan cara berpikir manusia. Nilai-nilai dasar itu adalah nilai alam, budaya dan ekonomi.
Akibat dari "perjalanan" dan proses revolusi ilmu pengetahuan, memunculkan adanya nilai-nilai dasar yang tampil pada perubahan cara berpikir manusianya. Nilai-nilai dasar itu, pertama nilai alam. Alam semesta memiliki tata susunan yang berada pada hukum alam dan kosmos adalah sesuatu yang dianggap memiliki struktur tertentu. 
Kedua, nilai budaya. Kemajuan manusia ditandai dengan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk memajukan kebudayaan manusia. Dengan kemajuan manusia terutama dalam cara berpikir yang antroposentris, manusia mampu mengubah kebudayaannya dan teknologinya menjadi sesuatu yang sangat berarti dan bermakna bagi kehidupan manusia melalui proses belajar. Ketiga, nilai ekonomi. Nilai ini tercipta karena para pelaku revolusi ilmu pengetahuan memiliki semangat kerja yang tinggi. Para ilmuwan mulai menciptakan teknologi yang tepat guna bagi kebutuhan masyarakat, sehingga diciptakan mesin untuk mengisi kebutuhan kehidupan manusia dalam berbagai sektor industri. Pada awalnya industri mula-mula berasal dari kerja rumahan (industri rumahan) hingga ke industri pabrikasi. Hasil atau barang yang diciptakan berkat adanya mesin-mesin (industri pabrikasi) tersebut dan mampu menembus pasaran dengan daya jual yang tinggi. Dengan demikian tercipta adanya nilai ekonomis yang menuntut kemandirian, tanggung jawab serta kerjasama diantara para pelaku tersebut agar nilai ekonomis dapat dimanfaatkan tidak hanya bagi sekelompok orang saja tapi seluruh masyarakat.
Revolusi sains sebagai episode perkembangan nonkomulatif yang didalamnya paradigma yang lama di gantikan seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma sebelumnya. 

2. Revolusi Politik
Revolusi politik di bawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang sering terbatas pada suatu segmen dari masyarakat politik, bahwa lembaga-lembaga yang tidak lagi memadai untuk menghadapi masalah-masalah yang dikemukakan oleh lingkungan yang sebagian diciptakan oleh lembaga-lembaga itu.   Revolusi sains dibawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh yang sering terbatas pada sub devisi yang sempit dari masyarakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam.  Perkembangan politik maupun sains, kesadaran akan adanya fungsi yang dapat menyebabkan krisis merupakan prasyarat bagi revolusi.
Revolusi politik bertujuan mengubah lembaga-lembaga politik itu sendiri.  Oleh sebab itu, keberhasilannya memerlukan pelepasan sebagian dari perangkat lembaga untuk di ganti oleh yang lain, dan masyarakat tidak sepenuhnya di perintah oleh lembaga tersebut. Mula-mula hanya krisis yang mengurangi lembaga politik, seperti menurunnya peran paradigma. Hal ini bertujuan berdemonstrasikan bahwa studi historis tentang perubahan paradigm menyingkap karakteristik yang mirip dalam evolusi sains. Seperti pemulihan diantara lembaga-lembaga politik yang berkompetisi, pemilihan di antara pemerintah paradigma yang bersaingan ternyata merupakan pemilihan di antara modus-modus kehidupan masyarakat yang bertentangan.  Karena yang memiliki karakter itu, pemilihannya tidak dapat ditentukan dengan prosedur evaluatif yang menjadi karakteristik yang normal, sebab tergantung pada paradigma tertentu dan paradigma itu sedang dipermasalahkan sebagaimana mestinya. Masuk pada debat paradigma, maka perannya perlu sekuler untuk membela paradigma itu,sekuleritas yang dilibatkan itu menyebabkan argumen-argumen salah bahkan tidak berpengaruh.
Revolusi ilmu pengetahuan merupakan suatu revolusi yang menandakan bengkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai cara berpikir keilmiahan.  Revolusi ilmu pengetahuan adalah sebuah revolusi mengenai perubahan cara berpikir serta persepsi manusia dalam mendapatkan pengetahuan bagi dirinya.  Perubahan persepsi manusia tersebut adalah perubahan dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis. Pada abad pertengahan diberlakukan hukum agama bagi segala-galanya, termasuk kegiatan ilmu pengetahuan.  Saat abad Renaissance manusia tidak lagi menjadi citra tuhan, tetapi manusia juga memiliki rasio atau kesadaran manusia serta kreativitas keinginan untuk maju, memperbaiki kebudayaan manusia.  Pengetahuan dilandaskan rasionalitas dan empiristis yang berkembang pesat dengan pendekatan matematis yang diterapkan dalam kajiannya.

C. Hakikat ilmu Eropa
Karakter khusus ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika para ilmuwan menggarap bahan-bahan yang diwarisi selama dua fase berturut-turut.  Hal itu mencakup prinsip dasar pengenal dunia alamiah melalui argumen demo prinsip yang pertama kali dicapai dalam kebudayaan Yunani, kemudian dipungut oleh peradaban Islam namun bukan yang lain.  Meskipun pada permulaan Renaiesans,  ilmu Eropa dan teknologi berasal dari tradisi-tradisi yang lebih tua dan umumnya kedudukannya lebih rendah ciri-ciri khas tertentu masyarakat Eropa pada zaman itu memungkinkannya membuat kemajuan pesat luar biasa.  Kendatipun masyarakat masih sebagian besar agraris,  tidak demokratis,  dan terstratifikasi oleh posisi sosial yang diwariskan namun ada beberapa wilayah di mana gaya kehidupan sosial lebih luwes dan individualistis daripada di tempat lain di manapun.  Ada kebebasan membuat penemuan dan mengeksploitasi penemuan seseorang demi tujuan pribadi tanpa dihalangi oleh penindasan negara.  Dalam peradaban-peradaban lain (di Timur Jauh atau di Eropa Abad Tengah),  inovasi teknis diawasi dan ditindas jika mengancam stabilitas politik atau sosial.  
Dalam masyarakat Eropa yang relatif berubah-ubah,  setiap individu terdorong untuk melakukan inovasi sebab dengannya mereka dapat memajukan diri sendiri.  Selain itu sekat-sekat antara bidang aktivitas yang berbeda-beda,  dan penyesuaiannya dengan kelas-kelas yang ada,  tidak terlalu ketat sehingga membolehkan orang terpelajar berkecimpung dalam penemuan dan  memanfaatkan pengetahuan dan keahlian baca tulisnya.   Penemuan dapat terjadi di bidang peralatan atau pengetahuan;  orang dapat bergerak dengan bebas dari obyek yang satu kepada yang lain dan kembali lagi.  Konteks pemantapan aktivitas tersebut adalah ekspansi komersial dan politis negara-negara yang agresif dan yang bersaing satu sama lain,  dan negara-negara Eropa melawan dunia.  
Masyarakat ini telah disebut kapitalisme awal,  dan meskipun struktur-struktur politisnya cenderung ke pada prinsip negara absolut,  namun masih liberal bila dibanding dengan masyarakat masyarakat totalitarian di zaman kuno dan zaman yang lebih belakangan dan zaman-zaman yang belum lama berselang.   Dan hal itu merupakan fokus perkembangan komersial dan manufaktur di masa itu.  Di Italia atau  Jerman,  pada saat itu seni-seni teknis mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Meskipun menjelang berakhirnya abad ke-16 ilmu Eropa mengungguli sumber-sumber dan saingan-saingannya,  namun hasil masih belum berbeda secara kualitatif dari mereka.  Sampai kemudian datanglah revolusi dalam filsafat yang mengubah bentuk ilmu Eropa menjadi sesuatu yang unik.   Sebenarnya hal itu sudah ada pada periode-periode sebelumnya ketika filsafat atomistik materi dibela,  namun masih berupa spekulasi filosofis.  Di masa kini filsafat itu disuntikkan ke dalam perkembangan ilmu yang sedang tumbuh subur.  Awalnya perlahan,  namun dengan sedikit mempercepat langkah,  sintesis telah mampu menciptakan suatu jenis ilmu baru.  
Penemuan paling penting ialah gaya baru aktivitas sosial penelitian,  di mana kerahasiaan dan kekejaman persaingan yang menjadi ciri para penemu pribadi dikendalikan dan ditertibkan oleh tekad untuk bekerja secara bersama-sama demi kebaikan umum.  Akar keadaan ini tertanam pada saat hilangnya kepercayaan pada kekuatan-kekuatan magis,  sehingga tak seorang pun berharap dapat menyingkap rahasia-rahasia alam semesta dengan usaha sendiri.  Selain itu,  idealisme para nabi filsafat baru juga menyerukan etika kerja sama penelitian yang baru,  dan meskipun inspirasi ini lambat laun menyusut,  pengaruh-pengaruhnya dipertahankan oleh penyesuaian kode kehormatan para sarjana.  Keberhasilan filsafat baru terbukti nyata menjelang berakhirnya abad ke-17,  dan kendatipun langkah kemajuan mengendur selama abad sesudahnya,  namun prestasi-prestasi zaman sebelumnya di bidang pengetahuan dan metode tak pernah hilang lagi.  Begitu juga dengan filsafat mengenai benda mati.  Ternyata,  dalam jangka panjang menjadi strategi yang berdayaguna bagi kemajuan ilmiah,  meskipun banyak mengalami kesulitan akibat titik tolak yang keliru. 
Gabungan kimiawi dan ilmu sosial pada akhirnva dapat membuat kemajuan-kemajuan pada abad ke-19 dengan hanya berdasarkan konsepsi reduksionis atas dunia alamiah.  Ringkasnya,  karena itu,  ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa lampau dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan metode-metodenya,  ciri-ciri dasar masyarakat Eropa:  individualisme agresif yang di tempa oleh suatu prinsip bekerja sama untuk kemaslahatan umum.
  


Penemuan ilmu di Eropa, dipenuhi oleh berbagai macam pertentangan, baik yang bersifat teologi atau sosial.  Namun bagaimanapun pada akhirnya, Eropa menjadi pusat ilmu pengetahuan.  Prosesnya dapat ditelusuri.  Masa filsafat modern ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun social, namun filsafat dianggap harus dipisahkan dari teologi. Meskipun dapat diyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi  menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran.
Argumentasi dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan gereja. Salah satu semboyannya paling terkenal “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada) dianggap mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu.  Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran. Kemudian muncul aliran Empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.
Di tengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad 18 M.   Pada masa Aufklarung ini muncul keinginan manusia modern menyingkap misteri dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan berpikir.  Para tokoh filsuf tampak sangat mengagungkan kekuatan akal.   Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja.  Sebagai salah satu konsekuensinya adalah supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkembangnya filsafat dan sains.   Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi gereja.

Senin, 01 Oktober 2018

Kuda Hitam Kuda Putih

Saya mau mengemukakan pandangan filsuf Plato (427 SM-347 SM) tentang fungsi akal atau nalar manusia. Dalam karya dialog-nya yang berjudul Phaedrus (246a-254e) (ditulis 360 SM), Plato mengajukan sebuah alegori (metafora) tentang kereta perang yang ditarik dua ekor kuda bersayap, yang dikendalikan oleh seorang kusir sebagai petarung./1/

Satu ekor kudanya berwarna hitam, berada di sebelah kiri, dan seekor lagi putih di sebelah kanan. Untuk bisa naik ke dunia ilahi (dalam filsafat Plato dinamakan dunia Forma) sang kusir dalam medan tempur harus bisa mengendalikan kedua ekor kuda itu.

Kuda putih di sebelah kanan melambangkan keberanian, heroisme, semangat dan moralitas. Kuda ini cukup diperintah lewat kata-kata sang kusir. Kuda hitam di sebelah kiri melambangkan emosi dan perasaan manusia yang binal. Kuda ini binal, harus dipecut terus-menerus untuk mengendalikannya. Kuda hitam ini terus-menerus mendatangkan masalah kepada sang kusir.
Sang kusir kereta perang itu menggambarkan akal atau nalar manusia, yang harus mengendalikan kedua ekor kudanya, khususnya kuda hitamnya. Jika sang kusir gagal mengendalikan kuda hitamnya, kereta perangnya tak akan naik ke kawasan ilahi untuk mendapatkan pencerahan, tapi akan terjungkal ke dalam kawasan kegelapan.

Bagi Plato, hanya orang yang dengan akal dan nalarnya bisa mengendalikan emosi dan perasaannya, yang akan mengalami pencerahan. Bagi Plato, emosi dan perasaan manusia sangat buruk, selalu akan menghalangi aktivitas nalar, lalu menutup pintu masuk ke dunia pencerahan. Emosi dan perasaan anda, menurut Plato, hanyalah seekor kuda binal yang akan menghambat laju kereta perang, karena itu harus ditaklukkan dengan sekuat tenaga. Emosi dan perasaan anda hanya akan memerosotkan kemanusiaan anda, menjadikan anda manusia budak dengan pikiran yang dangkal dan tak berkembang. Jadi, semakin anda rasional dan bernalar, semakin agung diri anda, dan pintu gerbang pencerahan terbuka lebar untuk anda.

Semakin piawai sang kusir mengendalikan kuda hitamnya yang binal, semakin besar peluang kereta perang masuk ke kawasan pencerahan. Semakin piawai anda memakai akal dan nalar anda untuk mengendalikan emosi dan perasaan anda, semakin besar peluang anda untuk mengalami pencerahan.

Begitulah pandangan Plato tentang kedudukan dan fungsi akal, nalar, dan emosi anda. Pandangan Plato atas supremasi akal di atas emosi melatarbelakangi semangat Pencerahan Eropa abad ke-18, dan peradaban Barat modern. Bapak filsafat modern RenĂ© Descartes (1596-1650), yang ikut meletakkan landasan-landasan rasionalisme bagi peradaban Barat modern, sangat dikenal lewat sebuah pernyataan pendeknya “Cogito ergo sum”, artinya “Aku berpikir, karena itu aku ada.” Baginya, pikiran anda membentuk eksistensi dan jati diri anda. Tak salah lagi, jika intelligence atau persisnya kecerdasan logis matematis menjadi ciri manusia Barat modern yang diutamakan, sebagai sebuah kebajikan. Dalam peradaban Barat modern, semakin tinggi nilai IQ (Intelligence Quotient) anda, semakin terhormat diri anda.

Tentu saja anda tak harus setuju dengan Plato. Dalam sejumlah tradisi filosofis Timur, tempat penting juga diberikan kepada emosi dan perasaan manusia. Dalam tradisi-tradisi filosofis ini bukan hanya olah akal, tetapi olah rasa dan olah kalbu juga dipandang sangat penting bagi pertumbuhan jiwa manusia. Meskipun Buddhisme sangat menonjolkan keutamaan pikiran sebagai pembentuk jatidiri setiap manusia, dalam meditasi Buddhis para praktisi juga dilatih untuk, lewat meditasi, dapat mengembangkan rasa cinta kepada segenap bentuk kehidupan dalam alam ini (disebut meditasi metta bhavana). Bahkan sensation juga menjadi fokus utama dalam teknik-teknik meditasi yang dikembangkan, misalnya, oleh guru agung kelahiran Burma, Satya Narayan Goenka (30 Januari 1924-29 September 2013), yang dikenal sebagai meditasi Vipassana atau meditasi “mindfulness”./2/

Kita semua tentu sangat menjunjung rasionalitas dan nalar manusia, yang memungkinkan sains dibangun dan dikembangkan terus-menerus. Seorang yang rasional dan selalu bernalar itu tentu sangat bagus, tapi sama sekali belum cukup. Dia masih harus dilengkapi dengan rasa cinta jika ingin menjadi manusia yang utuh. Untuk menjadi ada, dibutuhkan dari anda bukan hanya pikiran, tapi juga cinta. Jadi, ketika anda berpikir dan mencintai, di saat itulah anda ada. Saat anda tak bisa lagi mencintai sesama, saat itu juga anda telah kehilangan kemanusiaan anda; anda tidak exist lagi. Cogito ergo sum masih belum lengkap, harus ditambah dengan ego diligentes ergo sum (“Aku mencintai, karena itu aku ada”).

Bayangkan jika manusia hanya punya akal, tapi tak punya perasaan cinta. Jika begitu, apa jadinya dengan dunia ini? Tanpa cinta, seseorang yang rasional akan bisa sama dengan seekor binatang buas yang haus darah. Perang antar-manusia yang membuat kehidupan sangat tak enak dijalani tidak sedikit lahir dari pikiran-pikiran manusia, yang paling rasional sekalipun. Korupsi yang dilakukan para pejabat negara yang saleh beragama juga dimulai di dalam pikiran-pikiran mereka yang rasional, sebelum akhirnya diwujudkan dalam tindakan-tindakan mereka yang melawan hukum dan menghancurkan rumahtangga mereka sendiri.

Masih jauh lebih baik seseorang itu bodoh tapi hidupnya penuh cinta ketimbang seseorang itu cerdas tapi hati dan pikirannya penuh kelancungan, kebencian dan kedurjanaan. Namun jauh lebih baik lagi jika seseorang itu cerdas dan rasional, sekaligus hidupnya penuh cinta dan kebajikan. Untuk anda menjadi cerdas, rasional sekaligus bajik dan penuh cinta kasih, tanggungjawab terletak di pundak anda sendiri: anda perlu membangun semangat dan kemauan membaja untuk mencapainya, lewat banyak gemblengan diri dan latihan-latihan. Kekuatannya ada di dalam diri anda sendiri, bukan di luar diri anda. The power is within you, not without.

Sama seperti akal harus dilatih supaya berkembang, begitu juga cinta: berlatih mencintai akan membuat cinta kita kepada sesama lebih matang dan berkembang. Akal dan cinta itu bukan sesuatu yang dalam kondisi ready made jatuh dari langit begitu saja ke pangkuan anda. Keduanya akan tumbuh dan berkembang makin matang jika ditanam, lalu dipupuk dengan rajin, kemudian dilatih sangat keras dan digunakan dengan tekun, mulai dari sebutir benih sampai menjadi sebuah pohon yang rimbun dan berbuah banyak. Akal itu kerap salah dan kerap juga melahirkan kebencian; karena itu akal juga harus dikontrol oleh akal yang lebih tinggi dan rasa cinta. Mustahil akal dan nalar akan melahirkan kebajikan dan keadilan jika tidak dinafasi oleh cinta kasih.

Kita juga perlu tahu apa pandangan neurosains tentang fungsi emosi dan perasaan manusia ketika manusia harus mengambil keputusan-keputusan. Apakah tanpa emosi dan perasaannya terlibat, seseorang yang rasional akan bisa mengambil keputusan-keputusan dengan mantap dan dalam waktu yang relatif cepat? Neurosaintis Jonah Lehrer di dalam bukunya How We Decide/3/ menegaskan bahwa tanpa keterlibatan emosi dan perasaan, seorang manusia yang paling rasionalpun tak bisa mengambil keputusan-keputusan apapun dalam kehidupannya, bahkan yang paling bersahaja. Mengapa demikian?

Dalam organ otak kita ada suatu sirkuit jaringan neural yang diberi nama orbitofrontal cortex (OFC), yang terletak persis di belakang mata, di bagian bawah korteks frontalis (pusat kecerdasan, logika, nalar dan moralitas dalam otak). Kendatipun berbagai emosi diproduksi dalam sistim limbik otak, sirkuit OFC berfungsi untuk mengintegrasikan emosi-emosi yang intens ke dalam proses rasional pengambilan keputusan yang menjadi fungsi dari korteks frontalis. Pada sisi lain, ada bagian-bagian korteks frontalis yang baru berfungsi normal jika emosi-emosi terlibat. Sirkuit OFC ini menghubungkan perasaan dan emosi kita yang dimunculkan oleh otak “primitif” (area batang otak dan amygdala, yang membentuk sistem limbik) dengan arus pikiran-pikiran sadar kita. Hanya jika hubungan ini terbangun, barulah kita dapat mengambil keputusan-keputusan rasional penting dalam waktu yang relatif cepat. Jika OFC rusak atau tidak berfungsi normal (karena tumor otak atau perdarahan pembuluh darah, atau sehabis operasi, dan berbagai penyebab lain), kita tak dapat lagi mengambil keputusan-keputusan, yang paling bersahaja sekalipun, kendatipun korteks frontalis kita sehat. OFC yang rusak akan melenyapkan kepribadian yang semula ada pada seseorang, menjadikannya seorang lain yang dirasakan asing oleh orang-orang terdekatnya.

Jadi, untuk korteks frontalis yang menjadi pusat rasionalitas dan kemampuan nalar berfungsi dengan baik, emosi dan perasaan manusia harus terlibat. Kondisi neural yang semacam ini yang diperlukan untuk suatu aktivitas rasional berjalan dengan baik tidak sejalan dengan pandangan Plato yang menempatkan emosi dan perasaan manusia pada tempat yang sangat rendah, hanya sebagai impuls-impuls destruktif yang menghambat pencerahan manusia.

Maka, marilah kita menjadi manusia yang utuh, yang berpikir, mengambil keputusan dan bertindak secara utuh, sebagai organisme rasional sekaligus emosional, yang memiliki dimensi kognitif sekaligus dimensi afektif. Akal dan nalar membutuhkan perasaan cinta untuk menghasilkan berbagai kebajikan dalam dunia ini. Akal dan nalar akan lumpuh, atau malah menjadi berbahaya, jika tak diberi tenaga kehidupan oleh perasaan cinta. Sebaliknya, cinta kita juga akan dimatangkan dan tumbuh menjadi cinta yang cerdas jika akal dan nalar ikut memberi arah kepadanya. Hanya jika terjadi sinkroni yang dinamis antara sang kusir dan gerak-gerik kedua ekor kudanya, kereta perangnya akan bisa terbang ke atas, masuk ke kawasan ilahi dan di sana sang kusir akan mendapatkan pencerahan-pencerahan yang diperlukan dunia.

Akhir kata, temuan-temuan kita di atas tentu dapat memberi sumbangan berharga bagi kehidupan keagamaan setiap orang. Jika kita menginginkan kehidupan keagamaan kita utuh, maka akal budi dan cinta dalam diri kita harus saling mengisi dan saling memperkuat. Tidak mungkin kita dapat beragama dengan benar, jika akal budi tidak kita pakai. Tidak mungkin kita dapat beragama dengan baik, jika cinta tidak mengisi batin kita. Untuk dapat beragama dengan sehat, kita memerlukan akal budi sekaligus cinta. Hanya jika terjadi sinkroni yang dinamis dan mantap antara akal dan cinta kita, keberagamaan kita akan menjadi keberagamaan yang utuh, menyehatkan, membahagiakan, dan menyembuhkan.  .